Sabtu, 15 Oktober 2011

pergaulan bebas para remaja



Stop Seks BebasMasa remaja adalah masa yang paling berseri. Di masa remaja itu juga proses pencarian jati diri. Dan, disanalah para remaja banyak yang terjebak dalam pergaulan bebas.

Menurut Program Manajer Dkap PMI Provinsi Riau Nofdianto seiring Kota Pekanbaru menuju kota metropolitan, pergaulan bebas di kalangan remaja telah mencapai titik kekhawatiran yang cukup parah, terutama seks bebas. Mereka begitu mudah memasuki tempat-tempat khusus orang dewasa, apalagi malam minggu. Pelakunya bukan hanya kalangan SMA, bahkan sudah merambat di kalangan SMP. ‘’Banyak kasus remaja putri yang hamil karena kecelakan padahal mereka tidak mengerti dan tidak tahu apa resiko yang akan dihadapinya,’’ kata cowok yang disapa Mareno ini pada Xpresi, Rabu (20/8) di ruang kerjanya.

Sejak berdirinya Dkap PMI tiga tahun lalu, kasus HIV dan hamil di luar nikah terus mengalami peningkatan. Setiap bulan ada 10-20 kasus. Mereka yang sebagian besar kalangan pelajar dan mahasiswa ini datang untuk melakukan konseling tanpa didampingi orang tua. ‘’Rata-rata mereka berusia 16-23. Bahkan ada yang berusia 14 tahun datang ke Dkap untuk konsultasi bahwa ia sudah hamil. Mereka yang melakukan konseling, ada datang sendiri, ada juga dengan pasangannya. Sebagian besar orang tua mereka tidak tahu,’’ ujarnya.

Meskipun begitu, lanjutnya para remaja yang mengalami ‘kecelakaan’ ini tak boleh dijauhi dan dibenci. ‘’Kita tidak pernah melarang mereka untuk melakukan hubungan seks, karena ketika dilarang atau kita menghakimi, mereka akan menjauhi kita. Makanya, Dkap disini merupakan teman curhat mereka dan kita memberikan solusi bersama. Seberat apapun masalahnya, kalau bersama bisa diatasi,’’ ungkapnya lagi.
Bukan hanya remaja nakal saja yang terjebak, anak baik pun bisa kena. ‘’Anak baik yang disebut anak rumah pun ada yang mengalami ‘kecelakaan’,’’ ucapnya.

Oleh sebab itu, sangat diperlukan pancegahan dini dengan memberikan pengetahuan seks. ‘’Pendidikan seks itu sangat penting sekali. Tapi, di masyarakat kita pendidikan seks itu masih dianggap tabu. Berdasarkan pengamatan kami, banyaknya remaja yang terjebak seks bebas ini dikarenakan mereka belum mengetahui tentang seks. Seks itu bukan hanya berhungan intim saja. Tapi, banyak sekali, bagaimana merawat organ vital, mencegah HIV dan lainnya. Pelajari seks itu secara benar supaya kita bisa hidup benar,’’ tuturnya.

Sementara itu, Martha Sari Uli pelajar SMAN 4 Pekanbaru mengaku interaksi bebas di kalangan remaja dalam pergaulan bebas, identik dengan kegiatan negatif. ‘’Banyak anak-anak remaja beranggapan bahwa masa remaja adalah masa paling indah dan selalu menjadi alasan sehingga banyak remaja yang menjadi korban dan menimbulkan sesuatu yang menyimpang,’’ ungkapnya ketika diminta komentarnya mengenai pergaulan bebas di kalangan remaja.

Senada dengan itu, Debora Juliana juga pelajar SMAN 4 Pekanbaru mengatakan pergaulan bebas itu saat ini sudah tidak tabu lagi, dan banyak remaja yang menjadikannya budaya modern. ‘’Pergaulan bebas berawal ketika remaja mulai melakukan perbuatan yang keluar dari jalur norma-norma yang berlaku di sekitar kehidupan kita. Sekarang banyak banget anak-anak seumuran kita sudah keluar dari jalurnya,’’ ujar cewek kelahiran 18 Juli 1993. ‘’Kalo aku nggak pernah melakukan hal tersebut dan jangan sampai lah,’’ tambahnya.

Di tempat terpisah, Ketua MUI Provinsi Riau Prof Dr H Mahdini MA mengatakan data yang ditemukan lebih banyak lagi anak-anak yang melakukan seks bebas. Maka diperlukan pencegahan. ‘’Saya meminta semua kalangan, baik para pendidik, orang tua, dan tokoh masyarakat agar memfungsikan tugas-tugas sosialnya,’’ pintanya.

Banyaknya kalangan remaja yang melakukan seks bebas, lanjutnya diindikasikan ada jaringan tertentu yang menggiring anak-anak ke hal yang negatif. Oleh karena itu, MUI menghimbau untuk menutup tempat yang berbau maksiat. ‘’Menutup tempat maksiat itu jauh lebih penting demi generasi muda,’’ sarannya.

Ditingkat pergaulan dalam kondisi hari ini, anak-anak bisa saja berbohong. Oleh sebab itu, sambungnya pengawasan orang tua harus diperketat. Tentu saja contoh perilaku orang tua sangat berperan.

Ia berharap, semua sekolah-sekolah tanpa terkecuali memperkuat kembali kehidupan beragama. ‘’Kita harus menanamkan nilai-nila agama sejak dini sehingga mereka memiliki kepribadian yang kuat,’’ katanya.

Hal yang sama juga diutarakan Drs Ali Anwar, kepala SMA 5 Pekanbaru. Menurutnya, akibat perkembangan zaman, ketika agama tidak lagi menjadi pokok dalam kehidupan banyak remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas. ‘’Solusinya, kuatkan lagi ajaran agama. Baik di sekolah maupun di rumah agama merupakan kebutuhan pokok,’’ ucapnya.
Selain itu, orang tua harus lebih memperhatikan anaknya. ‘’Orang tua dan anak harus selalu berkomunikasi. Sehingga tahu persoalan anak,’’ ungkapnya.

Menyikapi hal ini, kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Drs HM Wardan MP mengatakan akan melakukan komunikasi dengan dinas pendidikan kabupaten/kota untuk membuat surat edaran ke sekolah-sekolah dalam mengantisipasi hal tersebut. ‘’Kita berharap jangan sampai terjadi hal tersebut karena akan merusak diri sendiri, sekolah, agama dan daerah,’’ ujarnya ketika ditemui usai acara pelantikan Persatuan Anak Guru Indonesia (Pagi) Provinsi Riau, Rabu (20/8) malam di Hotel Sahid Pekanbaru.

manfaat internet

Manfaat Internet sangat beraneka ragam bagi kalangan pelajar, pendidikan dll. Manfaat Intenet Ada dampak postif internet dan ada pula dampak negatif internet akan tetapi dijaman sekarang internet sangat di perlukan karena melalui internet kita sangat mudah mengakses info terbaru semisal kata kata mutiara atau kata kata bijak tentang kehidupan. melalui internet juga bisa download apa aja misal download smadav 8.6, download mozilla firefox 5, download opera mini 6. melalui internet juga bisa melihat contoh proposal, contoh makalah, contoh cv dan lain lainnya. 

Tahukah sobat manfaat internet, dampak positif internet dan dampak negatif internet tergantung pada penggunanya. Internet sangat memberikan pengaruh besar tapi internet juga suatu media informasi yang tidak di batasi sangat mencari informasi. Sekarang pelajar mengakses internet bukan hal yang sulit akan tetapi para orang tua harus waspada dan memperhatikan anaknya saat mengakses internet

Dampak positif internet bagi pelajar
  • Membuat pelajar terbiasa main komputer dan mencari informasi
  • Sebagai bahan tambahan pelajaran yang belum di terangkan di sekolah
  • Memperluas wawasan informasi lokal maupun global
  • Sarana Komunikasi 
Dampak negatif internet bagi pelajar 
  • Pornografi
  • Kecanduan Game Online
  • Kecanduan jejaring sosial
  • Perjudian online
  • Penipuan online
semua tentang manfaat internet, dampak postif internet dan dampak negatif internet tegantung penggunanya. Maka dari itu itu kita harus bijak menggunakan internet di arah postif dan sobat bisa liat langsung cara mengecilkan perut di internet untuk mendapatkan perut idaman sobat. Semoga bermanfaat artikel tentang manfaat internet bagi pelajar

tari gambyong

TARI GAMBYONG,


TRADISI PINGGIRAN YANG MENEROBOS PUSAT KEKUASAAN
Oleh :Muhammad Muhibbuddin*


Ciri khas kultur budaya Jawa adalah kuatnya sistem hirarki. Dalam soal bahasa misalnya banyak dijumpai mekanisme linguistik yang dikonstruk untuk stratifikasi sosial tertentu.Begitu juga denga tari. Tidak semua tari di Jawa mencerminkan egalitarianisme. Ada tari yang khusus untuk kalangan bangsawan dan kerajaan dan ada pula tari yang khsusus untuk rakyat kecil. Hal ini karena terdesign dari mainstream budaya Jawa yang terbagi ke dalam dua struktur mayor yaitu kebudayaan besar atau kebudayaan tinggi dan budaya kecil atau kebudayaan rendah. Masing-masing struktur budaya ini merefleksikan background sosio-kultural masing-masing. Budaya besar ini merepresentasikan masyarakat elit yang berada di kuil-kuil dan istana-istana, sementara budaya kecil hidup dan berkembang dalam kawulo alit yang berada di pinggiran dan pedesaan. Meminjam istilah Robert Reidfield bahwa kebudayaan besar merupakan pola kebudayaan dari peradaban kota, sementara kebudayaan kecil adalah pola kebudayaan rendah atau pedesaan.
Karena berangkat dari komunitas masyarakat yang berbeda, maka kedua kebudayaan Jawa di atas secara otomatis juga mempunyai ciri yang beda bahkan kontras. Termasuk tari, keduanya mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Untuk tari yang masuk dalam kamus masyarakat elit perkotaan dan istana lebih menonjolkan sifat-sifat nilai alus (halus, lembut), regu (pendiam), anteng (tenang) dan jatmika (selalu sopan). Jenis tari-tari yang masuk ke dalam kategori ini seperti tari bedhaya, srimpi dan beksan. Ini berbeda dengan tari-tari yang masuk dalam daftar kebudayaan pinggiran atau masyarakat desa. Tari-tari jenis ini dicirikan dengan sifatnya yang kasar, brangasan, energik, yang semua itu mencerminkan karakter atau watak masyarakat kecil.
Tari gambyong adalah tari yang muncul di ranah pinggiran masyarakat Jawa tetapi istimewanya ia mampu menembus wilayah sentral kerajaan Jawa. Ia merupakan produk kebudayaan wong cilik yang diangkat menjadi kebudayaannya para bangsawan Jawa. Sehingga tari Ganbyong, yang awal mulanya berstatus sebagai tradisi kecil, maka pada perkembangannya menjadi bagian tradisi besar.
Seluk beluk tari gambyong ini secara mendalam bisa kita telurusuri dalam bukunya Sri Rochana Widyastutieningrum (2004) yang berjudul Sejarah Tari Gambyong. Dalam buku itu Sri Rochana mengemukakan bahwa tari gambyong mulai digunakan dalam Serat Centhini yang ditulis pada abad XVVIII. Akan tetapi diperkirakan tari gambyong ini merupakan perkembangan tari tledhek atau tayub. Inilah yang menunjukkan bahwa tari Gambyong adalah tari yang lahir dari rahim masyarakat pinggiran. Karena tayub atau ledhek adalah cermin kebudayaan masyarakat bawah.
Tari tayub sendiri, dalam Serat Sastramirada disebutkan telah dikenal sejak zaman kerajaan Jenggala (sekitar abad ke XII), sedangkan tari tledhek dikenal sejak zaman Demak (abad XV), yang disebut dengan tledhek mengamen, yang dipertunjukkan dengan iringan rebana dan kendang sastra di awali dengan vocal.
Istilah Gambyong diambil dari nama seorang penari tledhek. Penari yang bernama Gambyong ini hidup ini pada zaman susuhunan Paku Buwana IV di Surakarta (1788-1820). Lebih jauh menurut Sudibyo ZH, bahwa tentang adanya penari ledhek yang bernama Gambyong yang memiliki kemahiran dalam menari dan kemerduan dalam suara, sehingga menjadi pujaan kaum muda pada zaman itu.

Masa perkembangan



Tari Gambyong mulai berkembang di era susuhunan paku Buwana IX (1861-1893) atas jasa K.R.M.T Wreksadiningrat. Tari tersebut diperkenalkan kepada umum dan ditarikan oleh seorang Waranggana (pesindhen). Karena sudah beralih ke struktur masyarakat bangsawan, maka tari ini mengalami modifikasi yang membedakan dengan bentuknya yang semula. Gerak-gerik tari ini yang awalnya begitu kasar mulai diperhalus. Hal ini terjadi, khususnya, ketika tari Gambyong muncul sebagai Tari gambyong pareano yang diciptakan oleh Ny Bei Montoraras pada tahun 1950. Sejak ini, tari gambyong mengalami perubahan yang drastis seperti susunan tari, iringan tari, rias dan busananya.
Selain bentuknya yang berubah fungsinya juga mulai berubah. Pada saat bertransformasi menjadi Pareanom ini, tari gambyong yang awalnya hanya difungsikan untuk hiburan atau tontonan, maka kemudian beralih fungsi menjadi tari untuk menyambut tamu-tamu besar. Tari Gambyong sering ditampilkan di Mangkunegaran pada zaman penjajahan Jepang, untuk menjamu para tentara Jepang yang datang di mangkunegaran.
Dalam perkembangan selanjutnya, tari gambyong ini juga mampu merangsang lahirnya bentukbentuk baru tari Gambyong yang lain, yang dikonstruksi oleh penyusun tari yang berbeda-beda. Seperti ada tari gambyong Pangkur yang disusun oleh Soemardjo Hardjoprasanto pada tahun 1962, kemudian tari gambyong Gambirsawit yang disusun oleh S.Ngaliman pada tahun 1970, tari gambyong, dan tari gambyong Pancerana pada tahun 1981.
Selain susunan gerak dan fungsinya, perkembangan tari gambyong juga terdapat pada intensifn kegiatan masyarakat yang menampilkan tari gambyong seperti pada acara perayaan, resepsi pernikahan, pembukaan, peresmian, penajmauan tamu dan pada kegiatan lomba dan festival. Perkembangan ini juga ditandai dengan membengkaknya jumlah penari, karena seringkali tari Gambyong ditampilkan secara massal.
Hal yang menyebabkan tari gambyong bisa berkembang pesat dan diminati oleh masyarakat luas di antaranya adalah bentuk estetis tari ini yang menarik. Ia mengandung unsur-insur ketrampilan, keluwesan, kekenesan dan kelincahan seorang wanita. Geraknya lincah dan cenderung erotis. Nilai estetis ini terdapat pada keharmonisan dan keselarasan antara gerak dan ritme, khususnya antara gerak dan irama kendang. Estetisme tari Gambyong akan muncul apabila penarinya menjiwai dan mampu mengekspresikan dengan sempurna, sehingga melahoirkan gerak tari yang sensual dan erotis. Untuk mencapai ungkapan itu, maka dibutuhkan para penari yang memenuhi satndar jogged Mataram dan Hasta Swanda. Dengan demikian diduga kuat, ungkapan erotis-sensual Tari Gambyong inilah yang menjadi daya tarik di masyarakat Jawa sehingga mudah berekembang. Selain itu juga dipengaruhi oleh sifat-sifatnya yang njawani, fleksibel dan kondisional.
Kalau ditilik lagi pada awal mula kelahirannya yang berasal dari tari tayub atau tari teledhek, sebenarnya hampir sama dengan tari ronggeng, lengger atau kethuk tilu, yang katanya untuk pembangkit birahi dan terkesan erotis (Edi Sedyawati:1984). Atau mungkin, kalau untuk sekarang, dengan membandingkan gerak energiknya dan kevulgaran sisi erotica dan seksualita, tari gambyong ini hampir sama dengan goyang ngebor.




Simbol luruhnya otoritarianisme budaya



Secara umum tari Gambyong ini merupakan simbol sirnanya hirarkhi budaya. Dengan ini kita tahu bahwa yang namanya estetika ternyata tidak bisa dikotak-kotak, dikapling-kapling apalagi dibag-bagi dalam tingkatan struktur kekuasaan. Spirit estetika itu boleh saja lahir di wilayah feriveral, namun ia akan melambung dan menerobos wilayah sentral. Dengan demikian otoritarianisme budaya itu sebenarnya sesuatu yang ahistoris. Kalaupun diakui ada, itu hanyalah bentuk formalisme atau institusionalismenya. Sementara budaya sendiri yang lebih mendasarkan diri pada estetika, etika dan logika tidak akan pernah bisa dipagari secara ketat.
Dalam ruh estetika ini akhirnya menjadi tidak jelas mana batas-batas budayanya wong cilik dan mana budayanya orang ningrat, mana tradisi keraton mana tradisi pinggiran, mana khasanah raja mana khasanah rakyat dan seterusnya. Toh ternyata perasaan para bangsawan juga tidak bisa dibohongi kalau merek juga tertarik dengan tradisi masyarakat pinggiran. Para raja-raja dan kaum bangsawan yang dalam konteks stratifikasi sosial lebih mendaulatkan diri sebagai atasan yang lebih tinggi dari masyarakat awam, akhirnya juga tunduk di bawah keluwesan gerak dan sentuhan erotica, seksualita maupun sensualita Gambyong. Ini artinya substansi budaya dalam ranah logis, estetis dan etis adalah bersifat universal, dialogis dan saling mempengaruhi. Sungguh nonsense sebuah budaya atau peradaban, seratus persen, bisa berdiri secara netral dan otonom. Maka kalau ada segolongan masyarakat elit atau golongan lain yang masih kukuh dan konserfativ memegang teguh budaya feodalisme aristokratismenya maupun lokalismenya secara membabi buta, sehingga mudah membuat jurang narsisme siapa gue dan siapa elo, itu cermin masyarakat yang tak beradab dan tak berbudaya.
*Muhammad Muhibbuddin adalah Pengamat Sosial-Budaya dan pegiat diskusi filsafat Linkaran ‘06″ Fak. Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Rabu, 12 Oktober 2011

narkoba

Bahaya Penyalahgunaan Narkoba




Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai narkoba (narkotika dan bahan atau obat berbahaya) merupakan masalah yang sangat multi kompleks. Karena itu perlu upaya penanggulangan komprehensif seluruh komponen masyarakat secara aktif.


Dalam kedokteran dan kesehatan, napza masih bermanfaat bagi pengobatan. Tapi kadang disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan, sehingga akan sangat merugikan.

Penyalahgunaan napza tidak hanya di kota-kota besar, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai kalangan atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan napza paling banyak berumur antara 15-24 tahun.


Napza adalah bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh, terutama otak/susunan syaraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi), serta ketergantungan (dependensi) terhadap napza.


Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat atau bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum yang sebetulnya mempunyai makna yang sama dengan napza.


Disalahgunakan


Dalam perkembangannya, ada beberapa jenis napza yang kemudian disalahgunakan. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, definisi narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan.


Golongan I yakni narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Semisal heroin, putauw, kokain, dan ganja.


Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat sebagai bahan pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir serta dapat untuk terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, seperti morfin dan petidin.


Golongan III, narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai ’’potensi ringan’’ mengakibatkan ketergantungan, contohnya kodein.


Dari berbagai golongan tersebut, yang sering disalahgunakan adalah narkotika golongan pertama. Seperti opiat yakni morfin, heroin (putauw), petidin, candu, ganja atau kanabis, marihuana, hasbis, kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, dan daun kokain.


Sementara yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Seperti halnya narkotika, psikotropika juga ada penggolongan berdasar jenisnya.


Golongan I yakni psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai ’’potensi amat kuat’’ mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya ekstasi, sabu, dan LSD.


Golongan II yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai ’’potensi kuat’’ mengakibatkan sindroma ketergantungan semisal amfentamin, metilfenidat atau ritalin.


Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai ’’potensi sedang’’ mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya pentobarbital dan flunitrazepam.


Golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai ’’potensi ringan’’ mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya diazepam, bromazepam, fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil koplo, rohip, dum, dan MG.


Sementara yang dimaksud dengan zat adiktif lainnya yang dimaksud di sini adalah bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif di luar yang disebut narkotika dan psikotropika, meliputi minuman beralkohol. Minuman jenis itu mengandung etanol etil alkohol yang berpengaruh menekan susunan syarat pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu.


Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat atau zat itu dalam tubuh manusia. Ada tiga golongan minuman beralkohol yaitu A, B, dan C. Golongan A berkadar etanol 1%-5%, contohnya bir. Golongan B berkadar etanol 5%-20 %, contohnya berbagai jenis ’’minuman anggur’’. Adapun golongan C mempunyai kadar etanol 20%-45 %, speerti Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, dan Kamput.


Pada sejumlah kasus, beberapa orang dikatakan mengalami ketergantungan napza. Ketergantungan pada napza yang dimaksud adalah keadaan di mana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah napza yang makin bertambah. Apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat.


Ada beberapa alasan jika dilihat dari tingkat pemakaian orang mengonsumsi napza. Pemakaian yang lebih dikarenakan faktor coba-coba, yaitu pemakaian napza yang tujuannya ingin mencoba, untuk memenuhi rasa ingin tahu.


Pemakaian sosial atau rekreasi yaitu pemakaian napza dengan tujuan bersenang-senang, pada saat rekreasi atau santai. Pemakaian situasional yakni pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaan, dan sebagainya dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.


Kemudian pemakaian penyalahgunaan, yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologis atau klinis yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari. Dia tak mampu mengurangi atau menghentikan dengan berusaha berulang kali mengendalikan dan terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Terakhir, pemakaian pada tingkat ketergantungan. Pada tingkat ini telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian napza dihentikan atau dikurangi dosisnya.


Agar tidak berlanjut pada tingkat yang lebih berat (ketergantungan), maka sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian tersebut memerlukan perhatian dan kewaspadaan keluarga dan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan pada keluarga dan masyarakat.


sumber : http;//masterzukhruf.com

Senin, 10 Oktober 2011

pendidikan

Masalah Pendidikan di Indonesia

Peran Pendidikan dalam Pembangunan


Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.

Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.

Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan


Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.

Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.

Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”

Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas


”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.

Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.